SERPONG, WEB TANGSEL - Pemerintah Kota Tangerang Selatan bakal merubah beberapa pasal dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Ruang. Pasal yang bakal diubah diantaranya penghapusan nama desa menjadi kelurahan, perubahan nama jalan, hingga pengalihan Jalan Raya Puspiptek-Serpong. Adanya perubahan ini bertujuan untuk menciptakan Tangsel sebagai pusat layanan pendidikan, perdagangan ataupun jasa. Hal ini terungkap dalam Konsultasi Publik Tahap II dalam rangka peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan yang dilaksanakan di Remaja Kuring, Serpong, pada Rabu, 21 Desember 2016.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Tangerang Selatan Teddy Meiyadi mengatakan perubahan ini bakal direalisasikan pada tahun 2017 untuk kemudian dijalankan pada 2018. Perubahan ini mengacu pada Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Rencana Detail Tata Ruang. "Revisi ini juga termasuk kebijakan nasional yang belum tercantum kemudian adanya evaluasi Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2008,” katanya.
Revisi ini bertujuan untuk mewujudkan Tangsel sebagai pusat pelayanan pendidikan, perumahan, perdagangan dan juga jasa. Untuk perumahan banyak kebutuhan akan diwujudkan dengan penyediaan rumah yang memadai. Sebagai daerah urban tentunya menjadi tujuan masyarakat dari sejumlah wilayah yang mendorong meningkatnya kebutuhan perumahan. Selain itu kita juga mendukung Kota Tangsel sebagai bagian dari kawasan strategis terutama jasa dan perdagangan. Ini yang coba kita wujudkan,” ungkapnya.
Beberapa pasal yang direvisi adalah tidak ada lagi desa di kecamatan Setu. Semua desa yang ada akan diganti menjadi kelurahan. Kemudian perubahan nama sejumlah jalan diiringi dengan sejumlah pelebaran jalan yang akan dilakukan. Kemudian adanya pengalihan Jalan Raya Puspiptek-Bogor. Yakni jalurnya tidak lagi dari satu wilayah melainkan beberapa wilayah dengan jalan utama.
Sementara, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna memaparkan, pembuatan RTRW suatu kota harus didasari dengan berbagai peraturan seperti Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Walikota (Perwal). Selain itu, pemerintah kota juga harus mengukur kemampuan sesuai dengan anggaran yang dimiliki. "Banyak kota yang membuat RTRW tanpa memiliki dasar yang kuat seperti Perda dan Perwalnya. Jangan sampai memiliki kekosongan hukum, sehingga ada celah," ujar Yayat yang juga menjabat saksi ahli Ombudsman RI.
Lanjutnya Pemkot Tangsel harus secepatnya mendata luas lahan, jumlah penduduk, jumlah rumah serta jumlah gedung. Hal ini sebagai parameter keberhasilan pembangunan beberapa tahun ke depan. Selain itu, jangan terjadi ketimpangan antara 7 Kecamatan. Pemerintah harus melihat lebih jeli potensi tiap kecamatan. Jangan ada satu kecamatan yang tertinggal pembangunan dan infrastrukturnya.
"Membuat RTRW bukan sekadar membuat peta wilayah. Tetapi harus disiapkan juga regulasi dan payung hukumnya," pungkasnya.
Masih di lokasi yang sama, Wakil Walikota Tangerang Selaatan Benyamin Davnie mengatakan, perubahan dalam perda Tata Ruang itu harus disiapkan agar bisa digarap secara maksimal. Ia berharap dengan perubahan ini Tangsel tidak hanya berkembang pada hari ini.
"Peninjauan kembali RTRW Kota Tangsel dilatarbelakangi oleh beberapa hal yaitu tingginya pertumbuhan penduduk menyebabkan kebutuhan pelayanan infrastruktur menjadi tinggi," jelasnya. (Bpti-ts2)